Friday, June 15, 2012

Museum Fatahillah


Museum Fatahillah
Museum Fatahillah yang juga dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum Batavia adalah sebuah museum yang terletak dijalan Taman Fatahillah No.2 , Jakarta Barat dengan Luas Lebih dari 1300 meter persegi.
Gedung ini dulu adalah sebuah Balai Kota (Bahasa Belanda :Stadhuis) yang dibangun pada tahun 1626-1710 atas perintah Gubernur Jendral Johan Van Hoorn. Bangunan yang menyerupai Istana Dam di Amsterdam ini terdiri atas Bangunan utama dengan dua saap dibagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.
A.    Sejarah Gedung Museum Fatahillah
Gedung Museum Fatahillah mulai dibangun pada tahun 1626 sebagai gedung balai kota kedua(balai kota pertama dibangun pada tahun 1620 di dekat Kalibesar Timur). Awalnya Gedung museum Fatahillah hanya bertingkat satu dan pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Gedung museum Fatahillah pernah mengalami kerusakan parah pada tahun 1648. Kerusakan parah ini disebabkan oleh labilnya tanah Jakarta dan beratnya gedung. Karena faktor inilah bangunan Museum Fatahillah turun dari permukaan tanah. Solusi yang diambil oleh Pemerintahan Belanda bukanlah mengubah pondasi yang sudah ada, tetapi menaikkan lantai sekitar 2 kaki (56 cm).
Menurut informasi yang penulis dapat,  5 buah sel penjara yang berada dibawah gedung dibangun pada tahun 1649. Renovasi juga dilakukan pada tahun 1665, yaitu melebarkan gedung utama dengan menambah masing-masing satu ruangan dibagian barat dan timur. Setelah tahun 1650 beberapa perbaikan dan perubahan di gedung Museum fatahillah terus dilakukan hinga menjadi bentuk seperti yang ada saat ini.
Selain digunakan sebagai Stadhuis(Balai Kota), gedung ini juga digunakan sebagai Raad van Justitie(ruang pengadilan). Pada rentang tahun 1925-1942, gedung Museum fatahillah dimanfaatkan sebagai kantor Pemerintahan Provinsi Jawa Barat dan kemudian pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan Logistik Penjajah Jepang. Tahun 1952 Gedung ini menjadi markas Komando Militer Kota (KMK) I, lalu berubah menjadi KODIM 0503 Jakarta Barat. Akhirnya tahun 1968, gedung ini diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta, lalu diresmikan menjadi Museum Fatahillah(Museum Sejarah Jakarta) pada tanggal 30 Maret 1974.
B.     Bangunan Museum Fatahillah
Bangunan Museum Fatahillah Terdiri Atas 3 Bagian Besar. Pertama, Bagian Depan terdiri dari taman depan, lantai dasar Museum yang bagian ini juga terdapat sumur tua. Kedua, Bagian Bangunan utama yang terdiri dari ruang Pamer koleksi, kantor museum, Penjara bawah tanah , toko souvenir,Toilet,musalla, dan Perpustakaan. Ketiga , taman dalam museum yang terdiri dari Pekarangan dengan susunan konblok, dihiasi beberapa pohon tua, dan terdapat beberapa koleksi Meriam salah satunya yaitu Merian Si Jagur yang menjadi Ikon Museum Fatahillah.
Setelah mengalami berbagai pergantian fungsi serta renovasi sejak pertama kali di bangun, kini bangunan Museum fatahillah juga telah mengalami berbagai kerusakan dibeberapa bangian bangunannya. Fakta ini penulis simpulkan setelah melakukan 4 kali kunjungan ke Museum Fatahillah Sejak 18 oktober 2011. Dalam kunjungannya penulis menemukan beberapa bagian bangunan museum yang rusak, seperti kaca yang pecah, kacu ventilasi yang sudah patah, sampai dinding bangunan yang penuh dengan coretan.  Diantara kerusakan-kerusakan yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh faktor usia museum yang sudah tergolong tua, Cuaca (hujan), dan ada juga yang disebabkan oleh faktor  manusia(dalam hal ini adalah pengujung museum). Berdasarkan fakta yang telah penulis kemukakan diatas, maka penulis mengambil fokus ‘’kerusakan bangunan Museum Fatahillah’’ dalam tulisan ini. Tidak hanya menjelaskan kerusakan bangunan Museum Fatahillah, Penulis juga akan menganalisa penyebab kerusakan, serta akan memberikan beberapan solusi kreatif terhadap persoalan ini. Berikut adalah Pembahasan penulis tentang kerusakan museum Fatahillah.


1.      Kaca Bangunan yang Pecah
 
Gambar 3 & 4 : Kaca Museum yang pecah

 ‘’Sebagian besar kaca yang gunakan pada bangunan maupun koleksi di Museum Fatahillah adalah kaca Itali yang tergolong kuat’’, kutipan kata-kata diatas dikemukan oleh bapak Sobirin kepala Bidang Edukasi Museum Fatahillah.Namun pada kenyataannya banyak diantara bangian Museum dimana kaca-kacanya sudah pecah, dan belum diperbaiki. Contohnya, Bangunan pada gambar diatas adalah bangunan Museum Utama terlihat dari taman tengah Museum yang kacanya terlihat sudah pecah,  meskipun kaca yang digunakan merupakan kaca Itali tebal. Pada kunjungan ke-4 penulis bertanya kepada salah seorang Petugas yang sedang menyapu halaman tengah, mengapa kaca itu sampai pecah. Petugas yang penulis tanyai mengatakan bahwa kaca tersebut telah lama pecah dan ia tidak mengetahui penyebab pecahnya kaca tersebut. Oleh karena itu penulis tidak dapat menarik kesimpulan penyebab pecahnya kaca pada bangunan utama gedung tersebut.

Karena tidak mengetahui penyebabnya secara pasti, maka penulis hanya memberikan solusi kepada pihak museum agar memberikan tanda peringatan dilarang menyentuh kaca yang pecah.Mengingat jika kaca yang pecah jika disentuh oleh pengunjung sangat berbahaya bagi pengunjung sendiri dan tentunya menambah kerusakan pada kaca tersebut. Tanda peringatan diletakkan disamping kaca yang pecah sebaiknya berbunyi ‘’ Menyentuh kaca yang pecah:ANDA dan KACA : akan celaka’’. Sebaiknya tulisan ini juga ditambah dengan ilustrasi orang yang sedang memegang kaca dan tangannya berdarah. Solusi untuk permasalahan ini tentu saja tidak cukup dengan hanya memberi peringatan kepada pengunjung, Pihak Museum juga seharusnya segera memperbaiki kaca yang rusak tersebut.

2.      Kusen pintu yang dimakan sudah Lapuk


                                                             
                                                                                 
Gambar  5,6, & 7  : kusen pintu dan jendela yang sudah lapuk
Sebagian besar kayu yang digunakan pada bagian kusen jendela dan kusen pintu dimuseum Fatahillah adalah kayu jati. Menurut informasi yang penulis dapatkan di situs terkemuka Wikipedia.com, Kayu jati menyimpan sejenis minyak didalam jaringan kayunya sehingga bisa bertahan dalam berbagai kondisi baik lembab, maupun kering. Namun, permasalahannya kerusakan Kusen pintu dan jendela bukan karena usia dan tingkat kelembaban namun disebabkan oleh rayap. Kepala Bagian Edukasi Museum Fatahillah pernah mengatakan bahwa anggaran untuk membasmi rayap biasanya hanya di peruntukkan untuk membasmi rayap pada koleksi yang ada, bukan pada Bangunan. Oleh karena itu penulis berpikir bahwa perlu adanya pemeliharaan secara rutin terhadap kondisi fisik bangunan, termaksud membasmi rayap pada kusen pintu dan jendela Museum.
Menurut sumber yang penulis dapat di situs Sobatbumi.com ada solusi alternatif untuk membasmi rayap dengan  menggunakan bahan alami, selain hanya  membutuhkan biaya yang murah juga mudah diaplikasikan, yaitu :

1.      Puntung Rokok
Caranya, rendam 10 batang puntung rokok menggunakan 2 gelas air dan ditambah garam 1/2 sendok makan. Biarkan larutan itu selama semalaman. Setelah itu, saring larutan tersebut dan masukkan ke dalam alat penyemprot. Lalu, semprotkan pada bagian kayu yang terserang rayap.
2.      Air Bekas Mencuci Beras
Kita bisa mencobanya dengan menyiram kayu yang menjadi sarang rayap dengan air bekas mencuci beras. Air yang digunakan adalah air mencuci beras yang pertama. Air ini akan menjadikan rayap pergi.
3.      Daun Pepaya dan Daun Sirih
Caranya, masukkan daun pepaya dan daun sirih ke dalam blender. Perbandingannya 2 untuk daun pepaya dan 1 untuk daun sirih. Tambahkan air secukupnya. Setelah daun tersebut lembut, saring untuk mendapatkan airnya. Lalu, tambahkan air hasil saringan tersebut dengan alkohol 70% dengan perbandingan 2 : 3. Larutan pun siap disemprotkan ke tempat yang terkena rayap.

3.      Dinding penuh Coretan
Dibangunan belakang dari museum, penulis dengan mudah menemukan coretan tangan-tangan tak bertanggung jawab di dinding museum. Tidak bisa dipungkiri, sebagian besar pengunjung museum di Indonesia tak terkecuali Pengunjung museum Fatahillah belum mengerti bagaimana cara berpartisipasi merawat museum. Jangankan untuk merawat sedekar tidak merusak saja, sangat sulit dilakukan. Akibatnya, banyak terlihat coretan-coretan dibeberapa bagian museum. Selain faktor pengunjung, penulis juga melihat ada faktor tanda peringatan yang tidak efektif dalam melarang pengunjung mecoret-coret dinding museum. Tanda peringatan yang ditempatkan didinding museum Hanya bertuliskan ‘’ Dilarang mencoret dinding’’. Sebaiknya tanda peringatan yang dipasang didinding berbunyi ‘’ Mencoret dinding berarti merusak keindahan Museum ‘’ atau ‘’ Mencoret dinding berarti anda mencuri keindahan Museum’’. Dan sudah seharusnya setiap pengunjung memiliki kesadaran untuk menjaga sikap dan perilakunya selama berkunjung ke Museum.


4.      Lantai yang berlubang
Dilantai dua bangunan Museum fatahillah terdapat lantai kayu museum yang sudah berlubang dan terlihat semakin membesar. Ketika penulis mengkonfirmasi hal ini kepada petugas di bagian Front desk, sang petugas hanya mengatakan lubang itu sejak lama sejak ada. Sayangnya penulis tidak mendapatkan informasi penyebab terbentuknya lubang di lantai 2 museum ini. Namun yang pasti, penulis menilai jika lubang ini tetap dibiarkan, akan mengakibatkan lubang itu melebar dan merusak struktur dari lantai 2 museum ini. Hal ini juga didukung oleh beratnya beban dari koleksi yang ada dilantai 2 Museum. Menurut Batavia.com lantai Museum Fatahillah harus segera direnovasi, karena sudah banyak yang keropos. Dalam hal ini, penulis kesulitan memikirkan solusi kreatif selain, pihak museum yang harus segera merenovasi lantai Museum Fatahillah.
5.      Kayu Fentilasi yang Patah
Salah satu yang menjadi ciri khas dari bangunan Museum Fatahillah adalah jendela kayu jati yang  berwarna hijau. Namun ironisnya jendela Hijau yang seharusnya di jaga dan dipelihara dengan baik justru patah, dan ada bagian kayu yang terlepas dari tempatnya. Alhasil, Cahaya yang seharusnya sudah diatur  banyaknya menjadi berlebihan masuk kedalam ruangan. Penulis melihat hal ini merupakan salah satu persoalan yang ada pada Bangunan Museum Fatahillah.
Bangunan depan Museum Fatahillah adalah jenis bangunan yang tidak memiliki teras penghalang air hujan. Oleh sebab itu jika hujan turun dengan deras disertai angin maka, Jendela basah terkena air hujan. Hal tersebut mengakibatkan jendela museum fatahillah mudah lapuk, dan akhirnya mudah terlepas dari kusennya. Mengingat jendela hijau ini adalah salah satu ciri khas dari bangunan Museum Fatahillah, maka sudah seharusnya pihak museum segera memperbaiki jendela yang rusak ini.


Kesimpulan
Berdasarkan fakta-fakta yang telah penulis kemukakan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada banyak kerusakan  Museum Fatahillah yang seharusnya menjadi pekerjaan rumah dari pihak museum dan Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Selain itu, sudah seharusnya setiap pengunjung untuk memiliki kesadaran dalam menjaga museum dengan baik. Hal tersebut diatas sangat penting karena setiap Museum menyimpan sejarah Bangsa Indonesia. Dan Bangsa yang menghargai sejarah sudah sepantasnya menjaga dan merawat museum dengan baik.



Demikianlah uraian mengenai permasalahan Bangunan Museum Fatahillah yang berhasil penulis peroleh. Selain itu, penulis juga berusaha memberikan beberapa solusi kreatif terhadap permasalahan yang ada. Saran dan Kritikan sangat penulis harapkan untuk bahan evaluasi kemampuan penulis kedepannya. Terima kasih atas perhatiannya.
Wassalam.
Museum Fatahillah
Museum Fatahillah yang juga dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum Batavia adalah sebuah museum yang terletak dijalan Taman Fatahillah No.2 , Jakarta Barat dengan Luas Lebih dari 1300 meter persegi.
Gedung ini dulu adalah sebuah Balai Kota (Bahasa Belanda :Stadhuis) yang dibangun pada tahun 1626-1710 atas perintah Gubernur Jendral Johan Van Hoorn. Bangunan yang menyerupai Istana Dam di Amsterdam ini terdiri atas Bangunan utama dengan dua saap dibagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.
A.    Sejarah Gedung Museum Fatahillah
Gedung Museum Fatahillah mulai dibangun pada tahun 1626 sebagai gedung balai kota kedua(balai kota pertama dibangun pada tahun 1620 di dekat Kalibesar Timur). Awalnya Gedung museum Fatahillah hanya bertingkat satu dan pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Gedung museum Fatahillah pernah mengalami kerusakan parah pada tahun 1648. Kerusakan parah ini disebabkan oleh labilnya tanah Jakarta dan beratnya gedung. Karena faktor inilah bangunan Museum Fatahillah turun dari permukaan tanah. Solusi yang diambil oleh Pemerintahan Belanda bukanlah mengubah pondasi yang sudah ada, tetapi menaikkan lantai sekitar 2 kaki (56 cm).
Menurut informasi yang penulis dapat,  5 buah sel penjara yang berada dibawah gedung dibangun pada tahun 1649. Renovasi juga dilakukan pada tahun 1665, yaitu melebarkan gedung utama dengan menambah masing-masing satu ruangan dibagian barat dan timur. Setelah tahun 1650 beberapa perbaikan dan perubahan di gedung Museum fatahillah terus dilakukan hinga menjadi bentuk seperti yang ada saat ini.
Selain digunakan sebagai Stadhuis(Balai Kota), gedung ini juga digunakan sebagai Raad van Justitie(ruang pengadilan). Pada rentang tahun 1925-1942, gedung Museum fatahillah dimanfaatkan sebagai kantor Pemerintahan Provinsi Jawa Barat dan kemudian pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan Logistik Penjajah Jepang. Tahun 1952 Gedung ini menjadi markas Komando Militer Kota (KMK) I, lalu berubah menjadi KODIM 0503 Jakarta Barat. Akhirnya tahun 1968, gedung ini diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta, lalu diresmikan menjadi Museum Fatahillah(Museum Sejarah Jakarta) pada tanggal 30 Maret 1974.
B.     Bangunan Museum Fatahillah
Bangunan Museum Fatahillah Terdiri Atas 3 Bagian Besar. Pertama, Bagian Depan terdiri dari taman depan, lantai dasar Museum yang bagian ini juga terdapat sumur tua. Kedua, Bagian Bangunan utama yang terdiri dari ruang Pamer koleksi, kantor museum, Penjara bawah tanah , toko souvenir,Toilet,musalla, dan Perpustakaan. Ketiga , taman dalam museum yang terdiri dari Pekarangan dengan susunan konblok, dihiasi beberapa pohon tua, dan terdapat beberapa koleksi Meriam salah satunya yaitu Merian Si Jagur yang menjadi Ikon Museum Fatahillah.
Setelah mengalami berbagai pergantian fungsi serta renovasi sejak pertama kali di bangun, kini bangunan Museum fatahillah juga telah mengalami berbagai kerusakan dibeberapa bangian bangunannya. Fakta ini penulis simpulkan setelah melakukan 4 kali kunjungan ke Museum Fatahillah Sejak 18 oktober 2011. Dalam kunjungannya penulis menemukan beberapa bagian bangunan museum yang rusak, seperti kaca yang pecah, kacu ventilasi yang sudah patah, sampai dinding bangunan yang penuh dengan coretan.  Diantara kerusakan-kerusakan yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh faktor usia museum yang sudah tergolong tua, Cuaca (hujan), dan ada juga yang disebabkan oleh faktor  manusia(dalam hal ini adalah pengujung museum). Berdasarkan fakta yang telah penulis kemukakan diatas, maka penulis mengambil fokus ‘’kerusakan bangunan Museum Fatahillah’’ dalam tulisan ini. Tidak hanya menjelaskan kerusakan bangunan Museum Fatahillah, Penulis juga akan menganalisa penyebab kerusakan, serta akan memberikan beberapan solusi kreatif terhadap persoalan ini. Berikut adalah Pembahasan penulis tentang kerusakan museum Fatahillah.


1.      Kaca Bangunan yang Pecah
 
Gambar 3 & 4 : Kaca Museum yang pecah

 ‘’Sebagian besar kaca yang gunakan pada bangunan maupun koleksi di Museum Fatahillah adalah kaca Itali yang tergolong kuat’’, kutipan kata-kata diatas dikemukan oleh bapak Sobirin kepala Bidang Edukasi Museum Fatahillah.Namun pada kenyataannya banyak diantara bangian Museum dimana kaca-kacanya sudah pecah, dan belum diperbaiki. Contohnya, Bangunan pada gambar diatas adalah bangunan Museum Utama terlihat dari taman tengah Museum yang kacanya terlihat sudah pecah,  meskipun kaca yang digunakan merupakan kaca Itali tebal. Pada kunjungan ke-4 penulis bertanya kepada salah seorang Petugas yang sedang menyapu halaman tengah, mengapa kaca itu sampai pecah. Petugas yang penulis tanyai mengatakan bahwa kaca tersebut telah lama pecah dan ia tidak mengetahui penyebab pecahnya kaca tersebut. Oleh karena itu penulis tidak dapat menarik kesimpulan penyebab pecahnya kaca pada bangunan utama gedung tersebut.

Karena tidak mengetahui penyebabnya secara pasti, maka penulis hanya memberikan solusi kepada pihak museum agar memberikan tanda peringatan dilarang menyentuh kaca yang pecah.Mengingat jika kaca yang pecah jika disentuh oleh pengunjung sangat berbahaya bagi pengunjung sendiri dan tentunya menambah kerusakan pada kaca tersebut. Tanda peringatan diletakkan disamping kaca yang pecah sebaiknya berbunyi ‘’ Menyentuh kaca yang pecah:ANDA dan KACA : akan celaka’’. Sebaiknya tulisan ini juga ditambah dengan ilustrasi orang yang sedang memegang kaca dan tangannya berdarah. Solusi untuk permasalahan ini tentu saja tidak cukup dengan hanya memberi peringatan kepada pengunjung, Pihak Museum juga seharusnya segera memperbaiki kaca yang rusak tersebut.

2.      Kusen pintu yang dimakan sudah Lapuk


                                                             
                                                                                 
Gambar  5,6, & 7  : kusen pintu dan jendela yang sudah lapuk
Sebagian besar kayu yang digunakan pada bagian kusen jendela dan kusen pintu dimuseum Fatahillah adalah kayu jati. Menurut informasi yang penulis dapatkan di situs terkemuka Wikipedia.com, Kayu jati menyimpan sejenis minyak didalam jaringan kayunya sehingga bisa bertahan dalam berbagai kondisi baik lembab, maupun kering. Namun, permasalahannya kerusakan Kusen pintu dan jendela bukan karena usia dan tingkat kelembaban namun disebabkan oleh rayap. Kepala Bagian Edukasi Museum Fatahillah pernah mengatakan bahwa anggaran untuk membasmi rayap biasanya hanya di peruntukkan untuk membasmi rayap pada koleksi yang ada, bukan pada Bangunan. Oleh karena itu penulis berpikir bahwa perlu adanya pemeliharaan secara rutin terhadap kondisi fisik bangunan, termaksud membasmi rayap pada kusen pintu dan jendela Museum.
Menurut sumber yang penulis dapat di situs Sobatbumi.com ada solusi alternatif untuk membasmi rayap dengan  menggunakan bahan alami, selain hanya  membutuhkan biaya yang murah juga mudah diaplikasikan, yaitu :

1.      Puntung Rokok
Caranya, rendam 10 batang puntung rokok menggunakan 2 gelas air dan ditambah garam 1/2 sendok makan. Biarkan larutan itu selama semalaman. Setelah itu, saring larutan tersebut dan masukkan ke dalam alat penyemprot. Lalu, semprotkan pada bagian kayu yang terserang rayap.
2.      Air Bekas Mencuci Beras
Kita bisa mencobanya dengan menyiram kayu yang menjadi sarang rayap dengan air bekas mencuci beras. Air yang digunakan adalah air mencuci beras yang pertama. Air ini akan menjadikan rayap pergi.
3.      Daun Pepaya dan Daun Sirih
Caranya, masukkan daun pepaya dan daun sirih ke dalam blender. Perbandingannya 2 untuk daun pepaya dan 1 untuk daun sirih. Tambahkan air secukupnya. Setelah daun tersebut lembut, saring untuk mendapatkan airnya. Lalu, tambahkan air hasil saringan tersebut dengan alkohol 70% dengan perbandingan 2 : 3. Larutan pun siap disemprotkan ke tempat yang terkena rayap.

3.      Dinding penuh Coretan
Dibangunan belakang dari museum, penulis dengan mudah menemukan coretan tangan-tangan tak bertanggung jawab di dinding museum. Tidak bisa dipungkiri, sebagian besar pengunjung museum di Indonesia tak terkecuali Pengunjung museum Fatahillah belum mengerti bagaimana cara berpartisipasi merawat museum. Jangankan untuk merawat sedekar tidak merusak saja, sangat sulit dilakukan. Akibatnya, banyak terlihat coretan-coretan dibeberapa bagian museum. Selain faktor pengunjung, penulis juga melihat ada faktor tanda peringatan yang tidak efektif dalam melarang pengunjung mecoret-coret dinding museum. Tanda peringatan yang ditempatkan didinding museum Hanya bertuliskan ‘’ Dilarang mencoret dinding’’. Sebaiknya tanda peringatan yang dipasang didinding berbunyi ‘’ Mencoret dinding berarti merusak keindahan Museum ‘’ atau ‘’ Mencoret dinding berarti anda mencuri keindahan Museum’’. Dan sudah seharusnya setiap pengunjung memiliki kesadaran untuk menjaga sikap dan perilakunya selama berkunjung ke Museum.


4.      Lantai yang berlubang
Dilantai dua bangunan Museum fatahillah terdapat lantai kayu museum yang sudah berlubang dan terlihat semakin membesar. Ketika penulis mengkonfirmasi hal ini kepada petugas di bagian Front desk, sang petugas hanya mengatakan lubang itu sejak lama sejak ada. Sayangnya penulis tidak mendapatkan informasi penyebab terbentuknya lubang di lantai 2 museum ini. Namun yang pasti, penulis menilai jika lubang ini tetap dibiarkan, akan mengakibatkan lubang itu melebar dan merusak struktur dari lantai 2 museum ini. Hal ini juga didukung oleh beratnya beban dari koleksi yang ada dilantai 2 Museum. Menurut Batavia.com lantai Museum Fatahillah harus segera direnovasi, karena sudah banyak yang keropos. Dalam hal ini, penulis kesulitan memikirkan solusi kreatif selain, pihak museum yang harus segera merenovasi lantai Museum Fatahillah.
5.      Kayu Fentilasi yang Patah
Salah satu yang menjadi ciri khas dari bangunan Museum Fatahillah adalah jendela kayu jati yang  berwarna hijau. Namun ironisnya jendela Hijau yang seharusnya di jaga dan dipelihara dengan baik justru patah, dan ada bagian kayu yang terlepas dari tempatnya. Alhasil, Cahaya yang seharusnya sudah diatur  banyaknya menjadi berlebihan masuk kedalam ruangan. Penulis melihat hal ini merupakan salah satu persoalan yang ada pada Bangunan Museum Fatahillah.
Bangunan depan Museum Fatahillah adalah jenis bangunan yang tidak memiliki teras penghalang air hujan. Oleh sebab itu jika hujan turun dengan deras disertai angin maka, Jendela basah terkena air hujan. Hal tersebut mengakibatkan jendela museum fatahillah mudah lapuk, dan akhirnya mudah terlepas dari kusennya. Mengingat jendela hijau ini adalah salah satu ciri khas dari bangunan Museum Fatahillah, maka sudah seharusnya pihak museum segera memperbaiki jendela yang rusak ini.


Kesimpulan
Berdasarkan fakta-fakta yang telah penulis kemukakan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada banyak kerusakan  Museum Fatahillah yang seharusnya menjadi pekerjaan rumah dari pihak museum dan Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Selain itu, sudah seharusnya setiap pengunjung untuk memiliki kesadaran dalam menjaga museum dengan baik. Hal tersebut diatas sangat penting karena setiap Museum menyimpan sejarah Bangsa Indonesia. Dan Bangsa yang menghargai sejarah sudah sepantasnya menjaga dan merawat museum dengan baik.



Demikianlah uraian mengenai permasalahan Bangunan Museum Fatahillah yang berhasil penulis peroleh. Selain itu, penulis juga berusaha memberikan beberapa solusi kreatif terhadap permasalahan yang ada. Saran dan Kritikan sangat penulis harapkan untuk bahan evaluasi kemampuan penulis kedepannya. Terima kasih atas perhatiannya.
Wassalam.

No comments:

Post a Comment