Wednesday, June 13, 2012

Facebook


BAB I
Pendahuluan
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam kesempatan manusia membutuhkan orang lain sebagai patner hidupnya. Begitulah dalam hal interaksi kehidupan. Mutlak diperlukan seseorang teman atau patner yang menjadi tempat seseorang bercerita membuka diri dalam rangka menyelesaikan permasalahan-permasalahan kehidupan yang datang.
Menurut Dedy Mulyana, Self Disclosure adalah membeberkan informasi tentang diri sendiri. Banyak sekali yang kita ungkapkan tentang diri kita melalui ekspresi wajah, sikap tubuh, pakaian, nada suara dan melalui isyarat – isyarat nonverbal lainnya yang tidak terhitung jumlahnya, meskipun banyak di antara perilaku tersebut tidak disengaja. Namun, “penyikapan diri” yang kita pakai di sini merupakan perilaku yang disengaja .
Self Disclosure merupakan suatu usaha untuk membiarkan keotentikan memasuki hubungan sosial kita, dan kini kita mengetahui bahwa hal ini berkaitan dengan kesehatan mental. Dari definisi diatas, penulis dapat menyimpulkan pengertian Self Disclosure adalah suatu cara yang paling efektif untuk mengungkapan tentang diri kita kepada orang lain melalui ekspresi wajah, siakp tubuh, pakaian, nada suara dan melalui isyarat – isyarat nonverbal lainnya yang tidak terhitung jumlahnya, dan perilaku ini adalah perilaku yang disengaja.
Era revolusi media saat ini, banyak terjadi pergeseran pada proses sosial seperti self disclosure. Pergeseran ini diakibatkan oleh pengaruh perkembangan media yang sangat besar. Media menjadi fakor penting dalam kehidupan yang patut dipertimbangkan. Hampir setiap tahun, selalu muncul media baru yang sontak menjadi trend dimasyarakat.
Kehadiran media sosial seperti facebook memperbanyak jumlah kajian media yang ada. Facebook sudah menjadi trend hidup masyarakat diseluruh dunia. Mulai dari kota hingga ke desa facebook hadir menemani remaja hingga orang tua. Banyak masyarakat yang menghabiskan banyak waktu saat membuka facebook. Banyak interaksi yang terjadi dalam facebook. Orang setiap hari mencurahkan isi hatinya melalui facebook. Hingga tak heran muncul sebuah pertanyaan besar, sejauh mana efektifitas facebook terhadap proses self disclosure?
Penulis ingin menilai sejauh mana keektifitas media sosial facebook dalam proses self disclosure. Dan penulis akan menggunakan model teori self disclosure pada jenis komunikasi antar personal. Menurut penulis teori komunikasi interpersonal menjadi menarik untuk di kaji. Ditambah lagi saat aspek-aspek interpersonal itu saat ini telah banyak bersentuhan dengan berbagai media kekinian. Jika dulu kajian interspersonal sempit, maka saat ini kajiannya sangatlah luas. Oleh itu, penulis merasa tertantan untuk menggunakan jenis teori komunikasi interpersonal sebagai teori pilahan dalam makalah ini.  


BAB II
Landasan Teori
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah kuisioner dan kajian pustaka. Kuisioner disebarkan kepada koresponden secara random  atau acak sebanyak 10 jiwa, yang merupakan Mahasiswa Universitas Paramadina (terlampir). Penyebaran kuisioner penulis lakukan dengan membagikannya secara langsung kepada para responden.
                Tabel dibawah ini akan menunjukkan intensitas responden membuka facebook setiap harinya,
Tabel I
Intensitas membuka Facebook setiap hari
Intensitas membuka Facebook setiap hari
Total Jawaban responden
Sering
8 Responden
Jarang
Tidak Pernah
2 Responden
0
Menurut data diatas hampir seluruh(80%) responden termaksud dalam katagori sering membuka facebook setiap harinya. 20% responden diatas termaksud dalam katagori yang jarang mengakses facebook setiap harinya. Dan tidak ada seorangpun responden yang tidak pernah membuka facebook. Dari data yang sederhana diatas menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini merupakan orang yang sering membuka facebook.
            Selanjutnya penulis akan memperlihatkan data tentang aktifitas umum yang biasa orang lakukan saat membuka facebook. Berikut beberapa data aktifitas itu,
Tabel II
Yang sering dilakukan saat membuka Facebook
Yang sering dilakukan saat membuka Facebook
Total Jawaban responden
Update status
1 Responden
Chatting dengan teman Facebook
Sekedar melihat informasi penting
0
9 Responden
Dari data diatas dapat terlihat ada 10% responden yang lebih sering membuka facebook untuk mengupdate status. Dan sisanya terdapat 90% responden yang membuka facebook hanya untuk sekedar melihat informasi-informasi penting tentang dunia.
            Berikut adalah data tentang intensitas responden mengupdate status setiap harinya,
Tabel III
Intensitas mengupdate status setiap hari
Intensitas mengupdate status setiap hari
Total Jawaban responden
1 kali
8 Responden
1-3 kali
Diatas 3 kali
0
1 Responden
Data diatas memperlihatkan bahwa ada sekitar 80% persen responden yang mengupdate status setidaknya 1 kali setiap harinya. Ada 10 % yang mengupdate status hingga lebih dari 3 kali setiap harinya. Sedangkan sisa 10% persennya mengupdate status tidak rutin setiap harinya.
Waktu/moment update status berbeda pada setiap orangnya. Ada yang mengupdate status saat senang, sedih, dan dalam perasaan-perasaan lain yang tidak dapat ditebak. Data berikut menunjukkan saat perasaan seperti apa responden akan mengupdate status,
Tabel IV
Mengupdate status saat perasaan senang
Mengupdate status saat perasaan senang
Total Jawaban responden
Setuju
1 Responden
Ragu-ragu
Tidak Setuju
3 Responden
6 Responden
Dari data diatas terdapat 10% responden yang akan mengupdate status saat perasaan senang menghampirinya. Seperti saat ia baru saja mendapatkan hadiah dari orang tua, teman, atau sekedar bahagia karena hal-hal lain. 30% responden lain mengaku ragu-ragu menjawab akan mengupdate status saat bahagia. Dasar yang dapat dijadikan alasan adalah, tidak selalu saat kegembiraan meski update status. Dan jawaban responden yang mencapai 60% adalah mereka yang merasa tidak mengupdate status saat senang. Kelompok ini justru mengupdate tidak terpengaruh oleh perasaan.
Tabel V
Mengupdate status saat perasaan sedih
Mengupdate status saat perasaan sedih
Total Jawaban responden
Setuju
 0
Ragu-ragu
Tidak setuju
5 Responden
5 Responden
Jika tabel sebelumnya responden yang mengupdate status saat perasaan kini saat sedih. Data diatas menunjukkan bahwa tidak ada responden yang mengupdate status saat perasaan mereka sedang sedih. Terdapat 50% responden yang menjawab ragu-ragu, itu artiya mereka merasa tidak selalu saat sedih mereka mengupdate status. Dan sebanyak 50% responden lainnya tidak mengupdate status saat sedih.
Tabel VI
Mengupdate status saat perasaan tak menentu
Mengupdate status saat perasaan tak menentu
Total Jawaban responden
Setuju
2 Responden
Ragu-ragu
Tidak setuju
2 Responden
6 Responden
Dari data diatas terdapat 20% responden yang mengatakan mengupdate status saat perasaan tak menentu. 20% selanjutnya menjawab ragu-ragu artinya mereka tidak selalu mengupdate status saat perasaan tak menentu. Dan lebih dari setengah responden yaitu 60% tidak mengupdate status saat mengalami perasaan tak menentu(galau).
Selanjutnya akan penulis tampilkan data tentang responden yang menjadikan facebook sebagai media tempat berkeluh kesah,
Tabel VII
Facebook menjadi tempat berkeluh kesah
Facebook menjadi tempat berkeluh kesah
Total Jawaban responden
Setuju
2 Responden
Ragu-ragu
Tidak setuju
2 Responden
6 Responden
Data diatas sama persis dengan data pada tabel sebelumnya. Terdapat 20% responden menjadi salah satu tempat untuk berkeluh kesah. 20% responden menjawab ragu-ragu dan tidak begitu menjadikan facebook menjadi tempat berkeluh kesah. Dan lebih dari setegah dari responden yang tidak menganggap facebook sebagai tempat berkeluh kesah. Mereka hanya beranggapan facebook sebagai media informasi dan mencari teman sebatas hubungan pada tahap cultural.
            Berikut adalah data tentang responden yang akan lebih terbuka saat mengupdate status di facebook dibandingkan dengan keluarga,
Tabel VIII
Lebih terbuka saat update status dibandinkan dengan keluarga
Lebih terbuka saat update status dibandinkan dengan keluarga
Total Jawaban responden
Setuju
1 Responden
Ragu-ragu
Tidak setuju
3 Responden
6 Responden
Dari data diatas diketahui bahwa ada setidaknya 10% responden yang lebih terbuka saat mengupdate status dibandingkan dengan keluarga. 30% responden menjawab ragu-ragu itu artinya mereka beranggapan bahwa ada kondisi tertentu dimana mereka akan lebih terbuka dengan keluarga atau lebih terbuka saat membuat status facebook. Dan sekitar 60% responden tidak setuju dan masih dapat lebih terbuka dengan keluarga dibandingkan di status facebook.
            Untuk lebih mengurucut pada permasalahan, berikut akan penulis sajikan data tentang perasaan yang responden rasakan setelah mengupdate status di facebook,
Tabel IX
Perasaan lega setelah mengupdate status
Perasaan lega setelah mengupdate status
Total Jawaban responden
Setuju
3 Responden
Ragu-ragu
Tidak setuju
2 Responden
5 Responden

30% dari responden merasa sangat lega setelah menupdate status di facebook. 20% diantara responden menjawab ragu-ragu dan tidak selalu merasa lega setelah mengupdate status facebook. Dan setengah dari total responden tidak setuju dengan penyataan karena rata-rata  perasaan mereka biasa saja setelah mengupdate status di facebook. Hal yang sperti ini sangat wajar bagi orang yang tidak gemar mengupdate status dalam perasaan tertentu, misalnya sedih.
            Sebagai penekanaa terhadap data-data sebelumnya berikut penulis sampaikan data tentang perasan responden yang lebih nyaman berkeluh kesah difacebook dibandingkan dengan teman sendiri,
Tabel X
Lebih nyaman berkeluh kesah di facebook dibanding dengan teman
Lebih nyaman berkeluh kesah di facebook dibanding dengan teman
Total Jawaban responden
Setuju
1 Responden
Ragu-ragu
Tidak setuju
2 Responden
7 Responden
Dari data terakhir diatas terlihat bahwa hanya 10% responden yang lebih nyaman berkeluh kesah di facebook dibanding dengan temannya. 20% diantara responden menjawab ragu-ragu, dan 70% lainnya merasa lebih nyaman berkeluh kesah dengan teman dibandingkan dengan facebook, baik dalam membuat status maupun melalui chat.




BAB III
Pembahasan
Menurut data yang ada, hampir semua responden sering mengupdate facebook setiap harinya. Hanya beberapa diantara mereka yang tidak terlalu sering. Tapi pada intinya semua responden merupakan orang-orang yang tergolong akrab dengan nama facebook. Hampir seluruh responden mengaku membuka facebook untuk mengetahui berita-berita penting. Akan tetapi ada diantara mereka membuka facebook untuk mengupdate status.
Dalam hal menggunaka facebook untuk mengupdate status, sebagian besar responden mengaku mengupate staus facebook setidaknya 1 kali setiap harinya. Ada juga yang tingkat update statusnya yang diatas 3 kali setiap harinya. Selain itu ada yang perharinya sama sekali tidak pernah mengupdate status. Setelah penulis melakukan wawancara tambahan, ternyata responden tersebut mengupdate status tidak perhari, tetapi sangat jarang sekali.
Kecenderungan mengupdate statusnya berbeda di setiap individu. Ada yang mengupdate status saat perasaan senang, saat perasaan tak menentu. Dan dalam berbagai kesempatan juga ada responden yang mengupdate status disaat sedih. Meskipun tidak semua moment sedih, senang, tak menentu akan digunakan untuk mengupdate status. Akan tetapi terdapat kecenderungan mengupdate status pada saat tertentu.
Tidak banyak responden yang mengganggap facebook menjadi media tempat berkeluh kesah. Para responden lebih menganggap facebook sebagai media yang tempat mengutarakan isi hati seadanya. Banyak responden yang tidak setuju dengan facebook mereka lebih terbuka dibandingkan dengan keluarga. Bertolak belakang dengan itu, ada responden yang justru berpikir sebaliknya. Dia akan lebih terbuka kepada facebook dibandingkan kepada anggota keluarganya yang lain. Setelah penulis melakukan wawancara tambahan, penulis berkesimpulan bahwa orang yang lebih terbuka dengan facebook nyatanya sedang mengalami permasalahan tertentu dengan keluarganya. Sehingga facebook dijadikan tempat untuk mengungkapkan apa yang sedang ia rasakan.
Beberapa responden merasa lebih lega setelah mengupdate status di facebook. Beberapa lainnya mengganggap tidak ada perasaan lebih setelah mengupdate status. Hal ini tergantung pada status yang di tuliskan. Lega atau tidaknya tergantung pada apa yang dituliskan. Apabila ia menuliskan sesuatu yang dipendam, maka perasaannya akan lega. Namun, sebaliknya jika statusnya hanya tentang informasi sederhana( Misalnya keberadaan, atau kegiatannya saat itu) maka tidak berpengaruh sama sekali terhadap responden.
Secara umum tidak ada responden yang lebih nyaman berkeluh kesah di facebook dibandingkan dengan teman. Hampir semua responden masih menganggap bahwa teman masih menjadi teman yang sesuai untuk dijadikan tempat berkeluh kesah. Namun, ada diantara responden yang merasa lebih nyaman di facebook dibanding dengan temannya. Karena dia merasa di facebook akan lebih banyak yang dapat memberikan masukan atas permasalahan yang dia alami. Tentunya ini berbeda tergantung tingkat kenyamanan masing-masing individu. Ada yang nyaman saat bercerita dengan dengan teman dekatnya dan ada yang memilih facebook sebagai teman berkeluh kesah yang nyaman.
Saat ini belum banyak penelitian yang fokus mengkaji sejauh mana facebook dalam proses self disclosure. Sehingga, belum ada ahli yang mempunyai teori ilmiah tentan hubungan facebook dengan self disclosure ini. Dalam hal ini facebook hanya menjadi sebuah media peratara diantara kedua orang yang terlibat proses komunikasi interpersonal. Sejauh mana efektifannya lebih kepada individu itu sendiri dalam berkomunikasi melalui facebook.
Meskipun menggunakan media facebook artinya tidak terjadi kontak fisik secara langsung namun dalam prosesnya tetap self-disclosure ini harus bersifat timbal balik(Griffin, 2003 :135). Artinya keterbukaan seseorang di facebook harus juga diimbangi oleh keterbukaan temannya yang ada di facebook. Jika tidak maka proses self disclosure yang terjadi juga tidak akan efektif dalam suatu hubungan interpersonal di facebook.
Proses self disclosure dengan menggunakan media apapun sangat memerlukan kepercayaan diantara pelakunya. Jika salah seorang tidak saling percaya kepada yang lainya, maka proses self disclosurenya tidak akan berjalan efektif.
Dari penelitian yang penulis lakukan dapat disimpulakn bahwa facebook telah menjadi media komunikasi yang sangat dikenal saat ini. Hampir semua orang di planet ini mengenal facebook. Masyarakat menggunakan facebook untuk kepentingan yang berbeda-beda. Dan terdapat batasan-batasan tertentu dalam proses menggunakan facebook sebagai media komunikasi. Ada yang lebih mudah terbuka saat menggunakan facebook dan banyak diantara mereka yang masih mengangap facebook sebagai media biasa bukan untuk membuka isi hati/diri sepenuhnya. Itu semua tergantung pada diri orang tersebut. Maka, jawaban dari Sejauh mana efektifitas Facebook terhadap proses self disclosure  Mahasiswa Universitas Paramadina? Adalah sejauh pelaku-pelaku yang terlibat dalam komunikasi itu saling membuka diri sepenuhnya terhadap teman facebooknya dan memiliki rasa saling percaya antar keduanya.

Keefektifan facebook sebagai salah satu media self disclosure sangat tergantung pada diri pengguna facebook itu. Jika mereka bisa lebih terbuka secara dua arah, percaya satu sama lain dengan teman facebooknya maka proses self disclosure yang terjadi akan sangat efektif. Sebenarnya tidak ada perbedaan mendasar proses self disclosure dengan teman facebook atau face to face yang berbeda hanya media perantaranya saja. Tujuan serta proses-prosesnya semua sama. 

No comments:

Post a Comment