BAB
I
Pendahuluan
Manusia adalah makhluk sosial yang
tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam kesempatan manusia
membutuhkan orang lain sebagai patner hidupnya. Begitulah dalam hal interaksi
kehidupan. Mutlak diperlukan seseorang teman atau patner yang menjadi tempat
seseorang bercerita membuka diri dalam rangka menyelesaikan
permasalahan-permasalahan kehidupan yang datang.
Menurut Dedy
Mulyana, Self Disclosure adalah
membeberkan informasi tentang diri sendiri. Banyak sekali yang kita ungkapkan
tentang diri kita melalui ekspresi wajah, sikap tubuh, pakaian, nada suara dan
melalui isyarat – isyarat nonverbal lainnya yang tidak terhitung jumlahnya,
meskipun banyak di antara perilaku tersebut tidak disengaja. Namun, “penyikapan
diri” yang kita pakai di sini merupakan perilaku yang disengaja .
Self Disclosure
merupakan suatu usaha untuk membiarkan keotentikan memasuki hubungan sosial
kita, dan kini kita mengetahui bahwa hal ini berkaitan dengan kesehatan mental.
Dari definisi diatas, penulis dapat menyimpulkan pengertian Self Disclosure adalah suatu cara yang
paling efektif untuk mengungkapan tentang diri kita kepada orang lain melalui
ekspresi wajah, siakp tubuh, pakaian, nada suara dan melalui isyarat – isyarat
nonverbal lainnya yang tidak terhitung jumlahnya, dan perilaku ini adalah
perilaku yang disengaja.
Era revolusi media
saat ini, banyak terjadi pergeseran pada proses sosial seperti self disclosure.
Pergeseran ini diakibatkan oleh pengaruh perkembangan media yang sangat besar.
Media menjadi fakor penting dalam kehidupan yang patut dipertimbangkan. Hampir
setiap tahun, selalu muncul media baru yang sontak menjadi trend dimasyarakat.
Kehadiran media
sosial seperti facebook memperbanyak jumlah kajian media yang ada. Facebook
sudah menjadi trend hidup masyarakat diseluruh dunia. Mulai dari kota hingga ke
desa facebook hadir menemani remaja hingga orang tua. Banyak masyarakat yang
menghabiskan banyak waktu saat membuka facebook. Banyak interaksi yang terjadi
dalam facebook. Orang setiap hari mencurahkan isi hatinya melalui facebook.
Hingga tak heran muncul sebuah pertanyaan besar, sejauh mana efektifitas
facebook terhadap proses self disclosure?
Penulis ingin
menilai sejauh mana keektifitas media sosial facebook dalam proses self
disclosure. Dan penulis akan menggunakan model teori self disclosure pada jenis
komunikasi antar personal. Menurut penulis teori komunikasi interpersonal
menjadi menarik untuk di kaji. Ditambah lagi saat aspek-aspek interpersonal itu
saat ini telah banyak bersentuhan dengan berbagai media kekinian. Jika dulu
kajian interspersonal sempit, maka saat ini kajiannya sangatlah luas. Oleh itu,
penulis merasa tertantan untuk menggunakan jenis teori komunikasi interpersonal
sebagai teori pilahan dalam makalah ini.
BAB II
Landasan Teori
Adapun
teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah kuisioner dan kajian
pustaka. Kuisioner disebarkan kepada koresponden secara random atau acak sebanyak 10
jiwa, yang merupakan Mahasiswa Universitas Paramadina (terlampir). Penyebaran
kuisioner penulis lakukan dengan membagikannya secara langsung kepada para
responden.
Tabel
dibawah ini akan menunjukkan intensitas responden membuka facebook setiap
harinya,
Tabel I
Intensitas membuka Facebook
setiap hari
Intensitas membuka Facebook setiap hari
|
Total Jawaban responden
|
Sering
|
8 Responden
|
Jarang
Tidak Pernah
|
2 Responden
0
|
Menurut data diatas hampir seluruh(80%) responden
termaksud dalam katagori sering membuka facebook setiap harinya. 20% responden
diatas termaksud dalam katagori yang jarang mengakses facebook setiap harinya.
Dan tidak ada seorangpun responden yang tidak pernah membuka facebook. Dari
data yang sederhana diatas menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini
merupakan orang yang sering membuka facebook.
Selanjutnya
penulis akan memperlihatkan data tentang aktifitas umum yang biasa orang
lakukan saat membuka facebook. Berikut beberapa data aktifitas itu,
Tabel II
Yang sering dilakukan saat
membuka Facebook
Yang sering dilakukan saat membuka Facebook
|
Total Jawaban responden
|
Update status
|
1 Responden
|
Chatting dengan teman Facebook
Sekedar melihat informasi penting
|
0
9 Responden
|
Dari data diatas dapat terlihat ada 10% responden
yang lebih sering membuka facebook untuk mengupdate status. Dan sisanya
terdapat 90% responden yang membuka facebook hanya untuk sekedar melihat
informasi-informasi penting tentang dunia.
Berikut
adalah data tentang intensitas responden mengupdate status setiap harinya,
Tabel III
Intensitas mengupdate status
setiap hari
Intensitas mengupdate status setiap hari
|
Total Jawaban responden
|
1 kali
|
8 Responden
|
1-3 kali
Diatas 3 kali
|
0
1 Responden
|
Data
diatas memperlihatkan bahwa ada sekitar 80% persen responden yang mengupdate
status setidaknya 1 kali setiap harinya. Ada 10 % yang mengupdate status hingga
lebih dari 3 kali setiap harinya. Sedangkan sisa 10% persennya mengupdate
status tidak rutin setiap harinya.
Waktu/moment
update status berbeda pada setiap orangnya. Ada yang mengupdate status saat
senang, sedih, dan dalam perasaan-perasaan lain yang tidak dapat ditebak. Data
berikut menunjukkan saat perasaan seperti apa responden akan mengupdate status,
Tabel IV
Mengupdate status saat perasaan
senang
Mengupdate status saat perasaan senang
|
Total Jawaban responden
|
Setuju
|
1 Responden
|
Ragu-ragu
Tidak Setuju
|
3 Responden
6 Responden
|
Dari
data diatas terdapat 10% responden yang akan mengupdate status saat perasaan
senang menghampirinya. Seperti saat ia baru saja mendapatkan hadiah dari orang
tua, teman, atau sekedar bahagia karena hal-hal lain. 30% responden lain
mengaku ragu-ragu menjawab akan mengupdate status saat bahagia. Dasar yang
dapat dijadikan alasan adalah, tidak selalu saat kegembiraan meski update
status. Dan jawaban responden yang mencapai 60% adalah mereka yang merasa tidak
mengupdate status saat senang. Kelompok ini justru mengupdate tidak terpengaruh
oleh perasaan.
Tabel V
Mengupdate status saat perasaan
sedih
Mengupdate status saat perasaan sedih
|
Total Jawaban responden
|
Setuju
|
0
|
Ragu-ragu
Tidak setuju
|
5 Responden
5 Responden
|
Jika
tabel sebelumnya responden yang mengupdate status saat perasaan kini saat
sedih. Data diatas menunjukkan bahwa tidak ada responden yang mengupdate status
saat perasaan mereka sedang sedih. Terdapat 50% responden yang menjawab
ragu-ragu, itu artiya mereka merasa tidak selalu saat sedih mereka mengupdate
status. Dan sebanyak 50% responden lainnya tidak mengupdate status saat sedih.
Tabel VI
Mengupdate status saat perasaan
tak menentu
Mengupdate status saat perasaan tak menentu
|
Total Jawaban responden
|
Setuju
|
2 Responden
|
Ragu-ragu
Tidak setuju
|
2 Responden
6 Responden
|
Dari data
diatas terdapat 20% responden yang mengatakan mengupdate status saat perasaan
tak menentu. 20% selanjutnya menjawab ragu-ragu artinya mereka tidak selalu
mengupdate status saat perasaan tak menentu. Dan lebih dari setengah responden
yaitu 60% tidak mengupdate status saat mengalami perasaan tak menentu(galau).
Selanjutnya
akan penulis tampilkan data tentang responden yang menjadikan facebook sebagai
media tempat berkeluh kesah,
Tabel VII
Facebook menjadi tempat berkeluh
kesah
Facebook menjadi tempat berkeluh kesah
|
Total Jawaban responden
|
Setuju
|
2 Responden
|
Ragu-ragu
Tidak setuju
|
2 Responden
6 Responden
|
Data diatas sama persis dengan data pada tabel
sebelumnya. Terdapat 20% responden menjadi salah satu tempat untuk berkeluh
kesah. 20% responden menjawab ragu-ragu dan tidak begitu menjadikan facebook
menjadi tempat berkeluh kesah. Dan lebih dari setegah dari responden yang tidak
menganggap facebook sebagai tempat berkeluh kesah. Mereka hanya beranggapan
facebook sebagai media informasi dan mencari teman sebatas hubungan pada tahap
cultural.
Berikut
adalah data tentang responden yang akan lebih terbuka saat mengupdate status di
facebook dibandingkan dengan keluarga,
Tabel VIII
Lebih terbuka saat update status
dibandinkan dengan keluarga
Lebih terbuka saat update status dibandinkan
dengan keluarga
|
Total Jawaban responden
|
Setuju
|
1 Responden
|
Ragu-ragu
Tidak setuju
|
3 Responden
6 Responden
|
Dari data diatas diketahui bahwa ada setidaknya 10%
responden yang lebih terbuka saat mengupdate status dibandingkan dengan
keluarga. 30% responden menjawab ragu-ragu itu artinya mereka beranggapan bahwa
ada kondisi tertentu dimana mereka akan lebih terbuka dengan keluarga atau
lebih terbuka saat membuat status facebook. Dan sekitar 60% responden tidak
setuju dan masih dapat lebih terbuka dengan keluarga dibandingkan di status
facebook.
Untuk
lebih mengurucut pada permasalahan, berikut akan penulis sajikan data tentang
perasaan yang responden rasakan setelah mengupdate status di facebook,
Tabel IX
Perasaan lega setelah mengupdate
status
Perasaan lega setelah mengupdate status
|
Total Jawaban responden
|
Setuju
|
3 Responden
|
Ragu-ragu
Tidak setuju
|
2 Responden
5 Responden
|
30% dari responden merasa sangat lega setelah
menupdate status di facebook. 20% diantara responden menjawab ragu-ragu dan
tidak selalu merasa lega setelah mengupdate status facebook. Dan setengah dari
total responden tidak setuju dengan penyataan karena rata-rata perasaan mereka biasa saja setelah mengupdate
status di facebook. Hal yang sperti ini sangat wajar bagi orang yang tidak
gemar mengupdate status dalam perasaan tertentu, misalnya sedih.
Sebagai
penekanaa terhadap data-data sebelumnya berikut penulis sampaikan data tentang
perasan responden yang lebih nyaman berkeluh kesah difacebook dibandingkan
dengan teman sendiri,
Tabel X
Lebih nyaman berkeluh kesah di
facebook dibanding dengan teman
Lebih nyaman berkeluh kesah di facebook
dibanding dengan teman
|
Total Jawaban responden
|
Setuju
|
1 Responden
|
Ragu-ragu
Tidak setuju
|
2 Responden
7 Responden
|
Dari
data terakhir diatas terlihat bahwa hanya 10% responden yang lebih nyaman
berkeluh kesah di facebook dibanding dengan temannya. 20% diantara responden
menjawab ragu-ragu, dan 70% lainnya merasa lebih nyaman berkeluh kesah dengan
teman dibandingkan dengan facebook, baik dalam membuat status maupun melalui
chat.
BAB III
Pembahasan
Menurut data yang ada, hampir semua
responden sering mengupdate facebook setiap harinya. Hanya beberapa diantara
mereka yang tidak terlalu sering. Tapi pada intinya semua responden merupakan
orang-orang yang tergolong akrab dengan nama facebook. Hampir seluruh responden
mengaku membuka facebook untuk mengetahui berita-berita penting. Akan tetapi
ada diantara mereka membuka facebook untuk mengupdate status.
Dalam hal menggunaka facebook untuk
mengupdate status, sebagian besar responden mengaku mengupate staus facebook
setidaknya 1 kali setiap harinya. Ada juga yang tingkat update statusnya yang
diatas 3 kali setiap harinya. Selain itu ada yang perharinya sama sekali tidak
pernah mengupdate status. Setelah penulis melakukan wawancara tambahan,
ternyata responden tersebut mengupdate status tidak perhari, tetapi sangat
jarang sekali.
Kecenderungan mengupdate statusnya
berbeda di setiap individu. Ada yang mengupdate status saat perasaan senang,
saat perasaan tak menentu. Dan dalam berbagai kesempatan juga ada responden
yang mengupdate status disaat sedih. Meskipun tidak semua moment sedih, senang,
tak menentu akan digunakan untuk mengupdate status. Akan tetapi terdapat
kecenderungan mengupdate status pada saat tertentu.
Tidak banyak responden yang
mengganggap facebook menjadi media tempat berkeluh kesah. Para responden lebih
menganggap facebook sebagai media yang tempat mengutarakan isi hati seadanya.
Banyak responden yang tidak setuju dengan facebook mereka lebih terbuka
dibandingkan dengan keluarga. Bertolak belakang dengan itu, ada responden yang
justru berpikir sebaliknya. Dia akan lebih terbuka kepada facebook dibandingkan
kepada anggota keluarganya yang lain. Setelah penulis melakukan wawancara
tambahan, penulis berkesimpulan bahwa orang yang lebih terbuka dengan facebook
nyatanya sedang mengalami permasalahan tertentu dengan keluarganya. Sehingga
facebook dijadikan tempat untuk mengungkapkan apa yang sedang ia rasakan.
Beberapa responden merasa lebih
lega setelah mengupdate status di facebook. Beberapa lainnya mengganggap tidak
ada perasaan lebih setelah mengupdate status. Hal ini tergantung pada status
yang di tuliskan. Lega atau tidaknya tergantung pada apa yang dituliskan.
Apabila ia menuliskan sesuatu yang dipendam, maka perasaannya akan lega. Namun,
sebaliknya jika statusnya hanya tentang informasi sederhana( Misalnya
keberadaan, atau kegiatannya saat itu) maka tidak berpengaruh sama sekali
terhadap responden.
Secara umum tidak ada responden
yang lebih nyaman berkeluh kesah di facebook dibandingkan dengan teman. Hampir
semua responden masih menganggap bahwa teman masih menjadi teman yang sesuai
untuk dijadikan tempat berkeluh kesah. Namun, ada diantara responden yang
merasa lebih nyaman di facebook dibanding dengan temannya. Karena dia merasa di
facebook akan lebih banyak yang dapat memberikan masukan atas permasalahan yang
dia alami. Tentunya ini berbeda tergantung tingkat kenyamanan masing-masing
individu. Ada yang nyaman saat bercerita dengan dengan teman dekatnya dan ada
yang memilih facebook sebagai teman berkeluh kesah yang nyaman.
Saat ini belum banyak penelitian
yang fokus mengkaji sejauh mana facebook dalam proses self disclosure.
Sehingga, belum ada ahli yang mempunyai teori ilmiah tentan hubungan facebook
dengan self disclosure ini. Dalam hal ini facebook hanya menjadi sebuah media
peratara diantara kedua orang yang terlibat proses komunikasi interpersonal.
Sejauh mana efektifannya lebih kepada individu itu sendiri dalam berkomunikasi
melalui facebook.
Meskipun menggunakan media facebook artinya tidak terjadi kontak fisik
secara langsung namun dalam prosesnya
tetap self-disclosure ini harus bersifat timbal balik(Griffin, 2003 :135).
Artinya keterbukaan seseorang di facebook harus juga diimbangi oleh keterbukaan
temannya yang ada di facebook. Jika tidak maka proses self disclosure yang
terjadi juga tidak akan efektif dalam suatu hubungan interpersonal di facebook.
Proses self disclosure dengan
menggunakan media apapun sangat memerlukan kepercayaan diantara pelakunya. Jika
salah seorang tidak saling percaya kepada yang lainya, maka proses self
disclosurenya tidak akan berjalan efektif.
Dari penelitian yang penulis lakukan dapat
disimpulakn bahwa facebook telah menjadi media komunikasi yang sangat dikenal
saat ini. Hampir semua orang di planet ini mengenal facebook. Masyarakat
menggunakan facebook untuk kepentingan yang berbeda-beda. Dan terdapat
batasan-batasan tertentu dalam proses menggunakan facebook sebagai media
komunikasi. Ada yang lebih mudah terbuka saat menggunakan facebook dan banyak
diantara mereka yang masih mengangap facebook sebagai media biasa bukan untuk
membuka isi hati/diri sepenuhnya. Itu semua tergantung pada diri orang
tersebut. Maka, jawaban dari Sejauh mana efektifitas Facebook terhadap
proses self disclosure Mahasiswa Universitas Paramadina?
Adalah sejauh pelaku-pelaku yang terlibat dalam komunikasi itu saling membuka
diri sepenuhnya terhadap teman facebooknya dan memiliki rasa saling percaya
antar keduanya.
Keefektifan facebook sebagai salah
satu media self disclosure sangat tergantung pada diri pengguna facebook itu.
Jika mereka bisa lebih terbuka secara dua arah, percaya satu sama lain dengan
teman facebooknya maka proses self disclosure yang terjadi akan sangat efektif.
Sebenarnya tidak ada perbedaan mendasar proses self disclosure dengan teman
facebook atau face to face yang
berbeda hanya media perantaranya saja. Tujuan serta proses-prosesnya semua
sama.
No comments:
Post a Comment