Saturday, September 1, 2012

Hidup, mati, sahabat, dan cinta Bagian 1


Hari hari terburuk dalam sejarah hidup seorang sahabatku mencapai klimaksnya malam itu. Saat break armonia konser choir, kami mendapat kabar ayah nina telah embali ke pelukan ilahi. Tangisan kematian kembali terdengar dari telingaku saat itu. Penampilan konser yang telah 6 bulan kami persiapkan masih tersisa 1 sesi. Namun, sepertinya nina sudah tidak sanggup melanjutkan. Sontak semua mencoba membuat perempuan itu tegar. Mencoba mengambil sedikit kesedihan dari dalam dirinya. Tak ada yang berhasil. Hingga akhirnya kebesaran hatinya lah yang membuat air matanya berhenti sejenak melanjutkan apa yang telah kami persiapkan. Sungguh mood menyanyiku saat itu seperti hancur diterkam gelombang tsunami. Apalagi nina. Perasaannya aku akui bercampur saat itu, namun tak ada rasa bahagia. Hanya kesedihan, kehilangan dan bersarang menghujam ulu hati. “kami akan selalu bersamamu nin” ku bisikkan ke telinga nina mencoba menghibur. Ku tau persis bagaimana perasaannya saat itu. Tak perlu ku tebak karena persis aku sudah mengalaminya 2 tahun lalu. Hati meraung, ingin menangis sekencang-kencangnya. Nina memelukku dan fadly. Itu adalah pelukanku yang pertama dengan seorang perempuan. Awal ingin ku cegah. Tapi kubiarkan ia bersandar dibahuku karena ku tahu hatinya saat itu. “kami disampingmu nin” terus ku ulangi kata itu. Penampilan sesi kedua dimulai. Kami berjalan menuju panggung. Terus ku tatap wajah nina. Hanya tubuhnya yang kulihat, hatinya sepenuhnya telah pergi nun jauh 215 km ke rumah tempat jasad ayahnya terbaring. Mataku terus memandangi wajahnya. Dia paksakan membuka mulut menyanyikan lagu klasik yang gembira. Tak ada senyum. Hatinya menangis. Hatiku juga.
Konser ini telah kami persiapkan jauh hari, diakhir acara semua sibuk berfoto. Sedangkan nina segera menuju rumah kakaknya ditanjung barat, untuk segera melaju ke majalengka. Aku, tidak tertarik berfoto saat itu. Terus ku perhatikan nina, hingga akhirnya bayangan kepadatan Jakarta melenyapkap siluetnya dikejauhan. Aku terus memikirnya. Ingin aku berada di sampingnya saat itu. Aku ingin terus membesarkan hatinya. Mood ku masih belum kembali. Tak menunggu lama, segera ku pulang dengan hati yang gundah. Selalu terbayang wajah sahabatku dalam kesedihannya. Muncul tangisannya dalam pikiranku setiap saat setelah itu.
Sampai dirumah, segera ku atur strategi. Malam konser itu, pulang sudah larut, masihku dibayangi tugas kuliah. Resume Psikologi komunikasi dan paper analisis film(mata kuliah teori perspektif). Aku membuat sebuah deal dengan fadly. Aku mengerjakan resume ku, fadly, dan nina. Dia mengerjakan analisis film 7 hati 7 dunia 7 wanita untuk tugas nina. Saat itu sudah larut. Pukul 3 dini hari aku tertidur dengan laptop masih menyala. Tugasnya selesai.
Pagi itu segera ku buru ke kampus, print tugas ditempat kakek mahal(printnya mahal tapi jam segini hanya itu yang buka). Aku telat 30 menit. Untungnya ketua kelas, jadi dosennya baik denganku.  Lalu aku kumpulkan tugas psikologi komunikasi, punyaku, fadly dan nina. Kelas berikutnya aku bolos. Minta izin ke buk nara, aku segera menuju ke asrama cewe. Setelah beberapa kali balik ke kampus membereskan ini itu. Saat itu aku putuskan, aku akan ke Majalengka. Sekarang juga. Kerumah nina. Meskipun aku tidak tau rumahnya dimana.
Segera hubungi mas salam, dan dia bersedia berangkat bersama kami hari itu. Akhirnya terkumpullah, fadly, nisa, rika, kak sahuri, salam, dan dian yang akan menemaniku melakukan perjalanan hari ini.
Segera aku bertemu nisa. Lalu mengambil baju seadanya dirumah. Berdua kami naik P 20 menuju ke stasiun senen. Setelah mengantri tiket kereta ekonomi(tegal arum) akhirnya semua tiket kami dapatkan. Jam menunjukkan pukul 12.00. kereta baru akan berangkat pukul 15.00. jadilah kami menunggu di stasiun berdua hingga pada pukul 14.00 teman yang lainnya tiba di stasiun senen. Kami menunggu beralaskan koran seadanya. Mengobrol ngalor-nidul. Namun, pikiranku sudah melayang nun jauh kesana. Jam akhirnya sedikit ersahabat. Akhirnya sudah pukul 3 lewat, dan panggilan penumpang kereta tegal arum untuk segr menaiki kereta yang akan membawa kami membelah seperlima pulau jawa.
Hujan rintik jua, kereta perlahan meninggalkan stasiun senen yang padat. Untungnya kereta tidak terlalu penuh, jadinya tidak banyak terlihat penumpang lain berdiri. Perlahan kereta mulai meninggalkan kota Jakarta ang tak bersahabat. Beberapa saat kereta berhenti, menaik-turunkan penumpang disetiap stasiun yang disinggahi. Inilah yang membuat kereta jenis ini lambat sampai pada tujuan.
Dikereta kami berenam saling ngobrol, sambil sesekali menyebut nama nina. Sungguh bayanganku tak bisa terlepas dari wajahnya. Aku sangat khawatir dengan keadaanya. Hujan kian menderas, kereta terasa membelah rintik hujan yang turun. Kami sudah tidak diatas tanah Jakarta. Ku tak tahu tepatnya apa nama daerah ini, yang aku tahu tempat ini tak seperti jakarta. Kelihatan lebih ramah. Tenang. Bisa kurasa ketenangan ini meski aku berada dibalik gerbong kereta ini. Aku duduk di pinggir jendala. Sesekali ku keluarkan kepala mencoba melawan angin. Percikan air hujan menghujam mukaku. Ada perasaan lain dihatiku saat itu. Indah. Ketika kita berada ditempat baru yang jauh dari kampung halaman.
Waktu Ashar telah datang 1 jam yang lalu. Segara ku tunaikan sholat sore itu. Setelah berwudhu di toilet kereta yang kurang layak, aku mengambil posisi duduk di kursi kembali. Menunaikan ibadah menghadap ilahi. Kemudian teman-temanku bergantian menunaikan sholat. Inilah kali pertama aku melaksanakan sholat sedarurat ini. 

Bersambung 

No comments:

Post a Comment